Minggu, 19 April 2015

Makalah Perkembangan Individu Aspek Emosi


PERKEMBANGAN INDIVIDU
ASPEK EMOSI






BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Psikologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang banyak hal yang berhubungan dengan jiwa manusia diantaranya perasaan manusia, perilaku manusia, kebiasaan-kebiasaan yang sering dilakukan termasuk emosi adalah salah satunya. Dalam ilmu psikologi, emosi merupakan kajian penting yang perlu dibahas karena dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu tak lepas akan adanya gejala-gejala emosi yang timbul.
Berbagai peristiwa yang sering terjadi yakni ketika manusia tidak lagi mendapatkansesuatu yang diinginkan, mendapatkan sebuah masalah, mengalami kerugian usaha yang besar, cobaan datang terus menerus. Inilah yang menjadikan manusia kadang-kadang meluapkan emosinya karena tidak dapat mengontrol atau mengendalikan dirinya sendiri terhadap keadaan yang dialaminya.
Selain itu emosi pada hakikatnya tidaklah mempelajari gejala negatif perasaan seseorang manusia yang timbul namun juga mempelajari emosi manusia Andg bersifat positif seperti bahagia, senang dan ceria. Emosi tidak terjadi kadang-kadang namun emosi terjadi setiap hari dimana manusia akan memunculkan hal tersebut sesuai dengan kondisi yang dialaminya.






A.                Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud dengan emosi?
2.      Bagaimana perkembangan emosi pada anak?
3.      Apa saja macam-macam emosi pada anak?

B.                 Tujuan
1.      Mengetahui apa yang dimaksud dengan emosi.
2.      Mengetahui perkembangan emosi pada anak.
3.      Mengetahui macam-macam emosi.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Emosi
             Pada hakikatnya, setiap orang mempunyai emosi. Menurut William James (dalam Wedge, 1995), emosi adalah kecenderungan untuk memiliki perasaan yang khas bila berhadapan dengan objek tertentu dalam lingkungannya. Sedangkan Crow & Crow (1962) menyatakan bahwa emosi sebagai suatu keadaan yang bergejolak pada diri individu yang berfungsi sebagai inner adjustment (atau biasa disebut dengan penyesuaian diri dalam) terhadap lingkungan untuk mencapai kesejahteraan dan keselamatan individu. Dari definisi tersebut, jelas bahwa tidak semua emosi itu jelek.
            Memang, semua orang memiliki jenis perasaan yang sangat serupa, namun intensitasnya berbeda-beda. Emosi-emosi ini dapat merupakan kecenderungan yang membuat kita frustasi, tetapi juga bisa menjadi modal untuk meraih kebahagiaan dan keberhasilan hidup. Semua itu bergantung pada emosi mana yang kita pilih dan reaksi kita terhadap orang lain, kejadian-kejadian, dan situasi di sekitar kita.
            Coleman dan Hammen (1974, dalam Rakhmat,1994) menyebutkan, setidaknya ada empat fungsi emosi. Yang pertama, emosi adalah pembangkit energi (energizer). Tanpa emosi, kita tidak sadar atau mati. Kedua, emosi adalah pembawa informasi (messenger). Bagaimana keadaan diri kita dapat diketahui dari emosi kita. Ketiga, emosi bukan saja membawa informasi dalam komunikasi intrapersonal, tetapi juga pembawa pesan dalam komunikasi interpersonal. Contoh  bahwa pembicaraan yang menyertakan seluruh emosi dalam pidato dipandang lebih lebih hidup, lebih dinamis, dan lebih meyakinkan. Keempat, emosi juga merupakan sumber informasi tentang keberhasilan kita. Kita mendambakan kesehatan dan mengetahuinya ketika kita merasa sehat walafiat.


2.2 Perkembangan Emosi
Menurut Piaget (dalam Wadswoorth,1984) perkembangan efek selama tahap operasi formal sama halnya dengan perkembangan kognitif dan struktur intelektual. Selama masa remaja perkembangan afektif yang berpengaruh terhadap emosi remaja ditandai dengan dua faktor utama yaitu, a) Perkembangan idealisme. b) Perkembangan kepribadian. Perkembangan operasi formal memfasilitasi kemampuan berfikir verbal sehingga remaja tidak hanya memikirkan hal-hal konkret, tetapi ia juga mampu berfikir hipotesis berdasar situasi rill. Jadi, kalau dimotivasi, anak mampu berfikir logis sebagaimana halnya orang dewasa. Remaja kurang apresiasi terhadap aturan-aturan formal, namun mampu menerapkan kriteria logis dalam mengevaluasi penalaran tentang peristiwa-peristiwa kehidupan. Remaja lebih tertarik pada masalah yang sifatnya logis. Menurut Piaget, diri ( The self) menjadi inti kepribadian yang perkembanganyadimulai sejak tahun-tahun pertama kehidupan. Emosi merupakan salah satu aspek psikologis manusia dalam ranah efektif. Aspek psikologi ini sangat berperan penting dalam kehidupan manusia pada umumnya, dan dengan hubunganya dengan orang lain pada khususnya.
            Prawitasari (1993), mengembangkan alat pengungkap emosi dasar manusia berupa foto-foto berbagai ekspresi wajah dari berbagai model. Berdasar hasil penelitian tersebut ia mengunngkap enam emosi dasar manusia,Yaitu senang, terkejut, sedih, jijik, marah, takut dan malu. Berdasar pendapat Hurlock, pakar psikologi perkembangan lainya, Nuryoto (1994) mengemukakan bahwa emosi dasar manusia terdiri atas tiga kategori utama, yaitu marah, senang, takut. Emosi-emosi dasar tersebut telah dimiliki manusia sejak masa bayi, kemudian berkembang bersamaan dengan pertumbuhan fisik.
            Pada bayi yang baru lahir, satu-satunya emosi yang nyata adalah kegelisahan yang tampak sebagai ketidak senangan dalam bentuk menangis dan meronta. Pada keadaan tenang, bayi itu tidak menunjukkan perbuatan apapun, itu menandakan bahwa emosi bayi sedang normal.
            Pada waktu usia lima bulan, marah dan benci mulai dipisahkan dari rasa tertekan atau terganggu. Usia tujuh bulan, mulai tampak perasaan takut. Antara usia 10-12 bulan, perasaan bersemangat dan kasih sayang mulai terpisah dari rasa senang. Semakin besar anak itu, semakin besar pula kemampuannya belajar, sehingga perkembangan emosinya kian rumit.
            Pada masa remaja, ekspresi emosi yang tampak kadang-kadang tidak mengambarkan kondisi emosi yang sederhana, misalnya orang yang marah belum tentu mengamuk atau bersifat agresif, tetapi justru kebalikanya, diam seribu bahasa. Ekspresi emosi sifatnya sangat individual atau subyektif, tergantung pada kondisi pribadi asing-masing orang. Manifestasi emosi yang sering muncul pada remaja termasuk high tenedemotionality meningkatnya emosi yaitu kondisi emosinya yang berbeda dengan keadaan sebelumnya.
Ekspresi meningkatnya emosi ini dapat berupa sikap bingung, emosi yang meledak-ledak, suka berkelahi, tidak nafsu makan, tidak punya gairah apa pun, atau mungkin melarikan diri dengan membaca buku. Disamping kondisi emosi yang meningkat, juga masih dijumpai beberapa emosi yang menonjol pada remaja, termasuk khawatir, cemas, jengkel, frustrasi, cemburu,iri, rasa ingin tahu,afeksi atau rasa kasih sayang dan perasaan bahagia. Disamping emosi negatif, remaja juga dapat menunjukan emosi positif, termasuk perasaan bahagia. Keberhasilan dalam suatu aktivitas akan mendatangkan rasa bangga, atau rasa puas yang dapat menghilangkanrasa tidak aman, ragu-ragu dan perasaan negatif lainya.

2.3 Macam-Macam Emosi
Atas dasar aktivitansya, tingkah laku emosional dapat dibagi menjadi empat macam, yaitu : marah, takut, cinta, dan depresi. dari hasil penelitiannya, John B. Watson (dalam Mahmud, 1990) menemukan bahwa tiga dari keempat emosional tersebut terdapat padda anak-anak, yaitu : takut, marah, dan cinta.

1.      Takut

Pada dasarnya, rasa takut itu bermacam-macam. Ada yang timbul karena seorang anak kecil memang ditakut-takuti atau karena berlakunya berbagai pantangan di rumah. Akan tetapi, ada juga rasa takut “naluriah”. Yang terpendam dalam hati sanubari setiap insan. Misalnya saja, rasa takut akan tempat gelap, takut berada di tempat sepi tanpa teman, atau takut menghadapi hal-hal asing yang tidak dikenal. Kengerian-kengerian ini relatif lebih banyak diderita oleh anak-anak daripada orang dewasa. Karena, sebagai insan yang masih sangat muda, tentu saja daya tahan anak-anak belum kuat (Sobur, 1988:114-115). 
Secara objektif, rasa takut memiliki segi-segi negatif, yaitu bersifat menggelorakan dan menimbulkan perasaan-perasaan dan gejala tubuh yang menegangkan. Reaksi yang timbul di dalam individu, menggerakkan individu untuk melindungi diri dari sesuatu yang dapat membahayakan diri, menjauhkan diri dari sesuatu yang dapat menyakitkan diri. Positif, karena rasa takut melindungi individu dalam keadaan yang berbahaya.
Fantasi pada diri anak sering memutarbalikkan dan membesar-besarkan realitas, sehingga ia melihat bentuk-bentuk bahaya yang sebetulnya tidak ada (Sobur, 1986:45). Dari hal tersebut anak harus belajar hidup dengan perasaan takutnya untuk kemudian belajar mengatasi rasa takut tersebut tanpa menimbulkan akibat yang tidak diharapkan. Dalam usia satu sampai tiga tahun, anak-anak bisa mengalami ketakutan yang berkaitan dengan peroide pertumbuhannya. Pada saat ini, mereka memngalami begitu banyak hal yang merangsang, baik indah-indah maupun menakutkan. Selain itu, ia juga semakin tahu bahwa banyak hal dalam lingkungannya yang aneh dan tidak begitu saja dapat dipercaya secara multak. (Sobur, 1987:94)
Ada beberapa cara untuk mengatasi rasa takut pada anak (Sobur, 1987:96-97). Pertama, ciptakan sesuasana kekeluargaan/lingkungan sosial yang mampu menghadirkan rasa aman dan kasih sayang. Kedua, berilah penghargaan terhadap usaha-usaha anak dan pujilah bila perlu. Ketiga, tanamkan pada anak bahwa ada kewajiban sosial yang perlu ditaati. Keempat, tumbuhkanlah, pada diri anak kepercayaan serta keberanian untuk hidup, jauhlah ejekan atau celaan. Dalam hal ini orang tua sepatutnya menjadi pelindung bagi anaknya terhadap perlakuan dari dalam maupun dari luar yang dapat menimbulkan rasa takut padanya.

2.        Marah 

            Betuk-bentuk kemarahan yang banyak kita hadapi adalah pada anak yang berumur 4 tahun. Kemarahan yang terlihat dari tingkah laku menjatuhkan diri ke lantai, menendang, menangis, berteriak, dan kadang-kadang juga menahan nafas. (Gunarsa, 1980:89). Jika ini tidak ditanggulangi dengan baik, tingkah laku tersebut dapat dengan mudah dilakukan saat anak terlepas dari usia empat tahun. Kemarahan sering timbul sehubungan dengan keadaan yang sebetulnya tidak lazim menimbulkan kemarahan.
            Pada anak-anak yang masih kecil, kemarahan bisa timbul oleh adanya pengekangan yang dipaksakan, gagguan pada gerak geriknya, hambatan pada kegiatan-kegiatan yang sedang dilakukan, oleh segala sesuatu yang menghalangi segala sesuatu keinginan seorang anak. Jika ia telah bertambah umurnya, keadaan-keadaan yang menimbulkan kemarahan ini tidak hanya meliputi kekangan jasmaniah saja, tetapi meliputi pula gangguan-gangguan pada segala yang dimilikinya, segala sesuatu yang menghalang-halangi rencana, tujuan, dan harapanya, serta kecaman yang di lancarkan terhadap pikirannya atau kekurangan-kekurangannya dan segala sesuatu yang megancam gagasan serta pikiran yang bagus mengenai dirinya sendiri.
            Kemarahan, seperti halnya dengan ketakutan, dipengaruhi oleh faktor-faktor belajar dan pendewasaan (Jelsild, 1954). Setelah anak bertambah umurnya, ia lebih banyak memberikan sambutan terhadap gangguan yang dialamaninya dan ia pun lebih banyak memperlihatkan reaksi-reaksi yang khas. Sesusah kecakapan anak bertambah baik karena pertumbuhan yang dialaminya, faktor belajar makin besar perannya dalam menentukan cara-cara yang akan dipergunakannya untuk melahirkan kemarahannya serta dalam menentukan keadaan-keadaan yang akan menyebabkan marah. Berbagai faktor pada orang tua yang bisa menambah seringnya anak marah-marah, sikap orang tua yang terlalu banyak mengkritik tingkah laku anak. Begitu juga sikap orang tua yang terlalu cemas dan khawatir mengenai anaknya. Sama pula halnya dengan sikap orang tua yang terlalu teliti, yang belum dapat diikuti oleh anak.

3.      Cinta

     Penyair mesir, Syauqi Bey, melakiskan “cinta” dalam sebuah sajaknya :
                        Apakah cinta ?
                        Mulanya berpandangan mata,
                        Lantas saling senyum,
                        Kata berbalas kata,
                        Dan memadu janji,
                        Akhirnya bertemu.
            Namun, yang di gambarkan Syuqi Bey (dalam Akbar, 1995:14) di atas adalah cinta romantis, yaitu cinta waktu pacaran yang kadang-kadang berakhir putus setelah puas bertemu dalam memadu cinta, tidak sampai meningkat ke jenjang pernikahan. Dalam bukunya The Art of Loving (seni mencinta), Erich From (1983) sedemikian jauh telah berbicara tentang cinta sebagai alat untuk mengatasi keterpisahan manusia, sebagai pemenuhan kerinduan akan kesatuan.
            Studi terhadap kera rhesus mengemukakan sampai sejauh mana bayi manusia memegang peranan aktif dalam hal mencintai dan dicintai (Harlow, 1959, dalam Sunarto, 1985). Selain itu, kemampuan awal dari bayi manusia untuk tersenyum dan mengeluarkan bunyi-bunyi yang bersifat menanggapi, merupakan sumber daya lainnya untuk menjalin hubungan cinta kasih dan kepuasan bersama. Namun, eksperimen dengan kera rhesus mempunyai nilai ganda , karena eksperimen tersebut memperkuat apa yang berdasarkan studi terhadap anak-anak yang nakal dan tidak dapat menyesuaikan diri telah sejak lama diduga. Anak-anak mempunyai sesuatu kebutuhan mendesak untuk memancing perasan positif dari orang tua atau wali mereka. Studi-studi telah menemukan bahwa kegagalan untuk memancing cinta dari orang tua dapat mengakibatkan atrophy (terhentinya pertumbuhan) dalam kemampuan untuk mencintai, serta apa yang dinamakan “takut untuk mencinta”(Redi dan Wineman, 1951, dalam sunarto, 1985).
            Dalam kasus-kasusnya yang ekstrem, sekalipun dikembalikan ke lingkungan cinta dan perhatian, beberapa anak nakal tidak mampu  untuk membalas perasaan positif selain dengan jalan permusuhan. Dalam kasus yang kurang ekstrem, kegagalan dalam memancing cinta mengakibatkan kecemasan, rasa tidak pasti, terancam, dan rasa ketidak mampuan pribadi. Kebutuhan yang nyata akan cinta, kehormatan, dan harga diri ini telah menimbulkan pandangan bahwa persyaratan bagi perkembangan manusia sepenuhnya adalah sedemikian mendasarnya sehingga harus dinamakan instinctoid, yaitu, menyerupai naluri (Maslow, 1965, dalam Sunarto, 1985:174-175).
            Setiap orang, anak-anak maupun orang dewasa, pada hakikatnya menginginkan untuk diterima sebagaimana adanya, dirinya, fisiknya, juga pribadinya secara keseluruhan dalam keluarga, termsuk diantaranya dapat menerima kelemahan dan kekurangan mereka. Cinta dan kasih adalah ibarat fudamen pendidikan secara keseluruhan. Tanpa curahan kasih, pendidikan yang ideal tidak mungkin bisa dijalankan. Selanjutnya, pendidikan tanpa cinta akan menjadi kering dan bahkan tidak menarik.
            Sejatinya setiap insan yang penuh kasih akan membuat orang lain turut berbahagia, dan biasanya mereka juga cukup bahagia bagi dirinya sendiri. Makin banyak seseorang memberikan cinta kasih, makin besar pula kasih yang mereka terima dari orang lain, termasuk juga kasih dari anak-anak.
           




BAB III
PENUTUP


3.1              Kesimpulan
Dari penjelasan yang telah dipaparkan dalam makalah ini, maka kami dapat menyimpulkan bahwa emosi yang terdapat pada anak ialah: takut, marah, dan cinta. Pada perkembangan emosi semakin bertambahnya usia, emosi manusia akan semakin rumit. Emosi yang di tunjukan oleh bayi yang baru lahir hanya dengan tangis dan ronta, sedangkan pada usia 11-12 ia sudah bisa membedakan emosi. Dan pada remaja emosi yang dihadapi lebih rumit lagi.

3.2              Saran-Saran
              Dengan disusunnya makalah ini diharapkan pembaca dapat lebih mehami pengertian emosi, perkembangan emosi dan macam-macam emosi itu sendiri.


 
DAFTAR RUJUKAN

Bachri, Syamsul Thalib.2013.Psikologi Pendidikan Berbasis Empiris Aplikatif.Jakarta:Kencana Predana Media Grup.
Sobur, Alex.2011.Psikologi Umum.Bandung:CV Pustaka  Setia.









                                                                                                            

DAFTAR RUJUKAN

Bachri, Syamsul Thalib.2013.Psikologi Pendidikan Berbasis Empiris Aplikatif.Jakarta:Kencana Predana Media Grup.
Sobur, Alex.2011.Psikologi Umum.Bandung:CV Pustaka  Setia. 

download versi ms. word :
makalah perkembangan_emosi_ 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar