PERKEMBANGAN INDIVIDU
ASPEK EMOSI
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Psikologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang
banyak hal yang berhubungan dengan jiwa manusia diantaranya perasaan manusia,
perilaku manusia, kebiasaan-kebiasaan yang sering dilakukan termasuk emosi
adalah salah satunya. Dalam ilmu psikologi, emosi merupakan kajian penting yang
perlu dibahas karena dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu tak lepas akan
adanya gejala-gejala emosi yang timbul.
Berbagai peristiwa yang sering terjadi yakni ketika
manusia tidak lagi mendapatkansesuatu yang diinginkan, mendapatkan sebuah
masalah, mengalami kerugian usaha yang besar, cobaan datang terus menerus.
Inilah yang menjadikan manusia kadang-kadang meluapkan emosinya karena tidak
dapat mengontrol atau mengendalikan dirinya sendiri terhadap keadaan yang
dialaminya.
Selain itu emosi pada hakikatnya tidaklah
mempelajari gejala negatif perasaan seseorang manusia yang timbul namun juga
mempelajari emosi manusia Andg bersifat positif seperti bahagia, senang dan
ceria. Emosi tidak terjadi kadang-kadang namun emosi terjadi setiap hari dimana
manusia akan memunculkan hal tersebut sesuai dengan kondisi yang dialaminya.
A.
Rumusan
Masalah
1. Apakah
yang dimaksud dengan emosi?
2. Bagaimana
perkembangan emosi pada anak?
3. Apa
saja macam-macam emosi pada anak?
B.
Tujuan
1. Mengetahui
apa yang dimaksud dengan emosi.
2. Mengetahui
perkembangan emosi pada anak.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Emosi
Pada
hakikatnya, setiap orang mempunyai emosi. Menurut William James (dalam Wedge,
1995), emosi adalah kecenderungan untuk memiliki perasaan yang khas bila
berhadapan dengan objek tertentu dalam lingkungannya. Sedangkan Crow & Crow
(1962) menyatakan bahwa emosi sebagai suatu keadaan yang bergejolak pada diri individu
yang berfungsi sebagai inner adjustment (atau biasa disebut dengan penyesuaian
diri dalam) terhadap lingkungan untuk mencapai kesejahteraan dan keselamatan
individu. Dari definisi tersebut, jelas bahwa tidak semua emosi itu jelek.
Memang, semua orang memiliki jenis
perasaan yang sangat serupa, namun intensitasnya berbeda-beda. Emosi-emosi ini
dapat merupakan kecenderungan yang membuat kita frustasi, tetapi juga bisa
menjadi modal untuk meraih kebahagiaan dan keberhasilan hidup. Semua itu
bergantung pada emosi mana yang kita pilih dan reaksi kita terhadap orang lain,
kejadian-kejadian, dan situasi di sekitar kita.
Coleman dan Hammen (1974, dalam
Rakhmat,1994) menyebutkan, setidaknya ada empat fungsi emosi. Yang pertama,
emosi adalah pembangkit energi (energizer). Tanpa emosi, kita tidak sadar atau
mati. Kedua, emosi adalah pembawa informasi (messenger). Bagaimana keadaan diri
kita dapat diketahui dari emosi kita. Ketiga, emosi bukan saja membawa
informasi dalam komunikasi intrapersonal, tetapi juga pembawa pesan dalam
komunikasi interpersonal. Contoh bahwa
pembicaraan yang menyertakan seluruh emosi dalam pidato dipandang lebih lebih
hidup, lebih dinamis, dan lebih meyakinkan. Keempat, emosi juga merupakan sumber
informasi tentang keberhasilan kita. Kita mendambakan kesehatan dan
mengetahuinya ketika kita merasa sehat walafiat.
2.2
Perkembangan Emosi
Menurut Piaget (dalam
Wadswoorth,1984) perkembangan efek selama tahap operasi formal sama halnya
dengan perkembangan kognitif dan struktur intelektual. Selama masa remaja
perkembangan afektif yang berpengaruh terhadap emosi remaja ditandai dengan dua
faktor utama yaitu, a) Perkembangan idealisme. b) Perkembangan kepribadian.
Perkembangan operasi formal memfasilitasi kemampuan berfikir verbal sehingga remaja
tidak hanya memikirkan hal-hal konkret, tetapi ia juga mampu berfikir hipotesis
berdasar situasi rill. Jadi, kalau dimotivasi, anak mampu berfikir logis
sebagaimana halnya orang dewasa. Remaja kurang apresiasi terhadap aturan-aturan
formal, namun mampu menerapkan kriteria logis dalam mengevaluasi penalaran
tentang peristiwa-peristiwa kehidupan. Remaja lebih tertarik pada masalah yang
sifatnya logis. Menurut Piaget, diri ( The self) menjadi inti kepribadian yang
perkembanganyadimulai sejak tahun-tahun pertama kehidupan. Emosi merupakan
salah satu aspek psikologis manusia dalam ranah efektif. Aspek psikologi ini sangat
berperan penting dalam kehidupan manusia pada umumnya, dan dengan hubunganya
dengan orang lain pada khususnya.
Prawitasari
(1993), mengembangkan alat pengungkap emosi dasar manusia berupa foto-foto
berbagai ekspresi wajah dari berbagai model. Berdasar hasil penelitian tersebut
ia mengunngkap enam emosi dasar manusia,Yaitu senang, terkejut, sedih, jijik,
marah, takut dan malu. Berdasar pendapat Hurlock, pakar psikologi perkembangan
lainya, Nuryoto (1994) mengemukakan bahwa emosi dasar manusia terdiri atas tiga
kategori utama, yaitu marah, senang, takut. Emosi-emosi dasar tersebut telah
dimiliki manusia sejak masa bayi, kemudian berkembang bersamaan dengan
pertumbuhan fisik.
Pada
bayi yang baru lahir, satu-satunya emosi yang nyata adalah kegelisahan yang
tampak sebagai ketidak senangan dalam bentuk menangis dan meronta. Pada keadaan
tenang, bayi itu tidak menunjukkan perbuatan apapun, itu menandakan bahwa emosi
bayi sedang normal.
Pada
waktu usia lima bulan, marah dan benci mulai dipisahkan dari rasa tertekan atau
terganggu. Usia tujuh bulan, mulai tampak perasaan takut. Antara usia 10-12
bulan, perasaan bersemangat dan kasih sayang mulai terpisah dari rasa senang.
Semakin besar anak itu, semakin besar pula kemampuannya belajar, sehingga
perkembangan emosinya kian rumit.
Pada
masa remaja, ekspresi emosi yang tampak kadang-kadang tidak mengambarkan
kondisi emosi yang sederhana, misalnya orang yang marah belum tentu mengamuk
atau bersifat agresif, tetapi justru kebalikanya, diam seribu bahasa. Ekspresi
emosi sifatnya sangat individual atau subyektif, tergantung pada kondisi
pribadi asing-masing orang. Manifestasi emosi yang sering muncul pada remaja
termasuk high tenedemotionality meningkatnya
emosi yaitu kondisi emosinya yang berbeda dengan keadaan sebelumnya.
Ekspresi meningkatnya
emosi ini dapat berupa sikap bingung, emosi yang meledak-ledak, suka berkelahi,
tidak nafsu makan, tidak punya gairah apa pun, atau mungkin melarikan diri
dengan membaca buku. Disamping kondisi emosi yang meningkat, juga masih
dijumpai beberapa emosi yang menonjol pada remaja, termasuk khawatir, cemas,
jengkel, frustrasi, cemburu,iri, rasa ingin tahu,afeksi atau rasa kasih sayang
dan perasaan bahagia. Disamping emosi negatif, remaja juga dapat menunjukan
emosi positif, termasuk perasaan bahagia. Keberhasilan dalam suatu aktivitas
akan mendatangkan rasa bangga, atau rasa puas yang dapat menghilangkanrasa
tidak aman, ragu-ragu dan perasaan negatif lainya.
2.3 Macam-Macam Emosi
Atas dasar aktivitansya, tingkah laku emosional
dapat dibagi menjadi empat macam, yaitu : marah, takut, cinta, dan depresi.
dari hasil penelitiannya, John B. Watson (dalam Mahmud, 1990) menemukan bahwa
tiga dari keempat emosional tersebut terdapat padda anak-anak, yaitu : takut,
marah, dan cinta.
1.
Takut
Pada
dasarnya, rasa takut itu bermacam-macam. Ada yang timbul karena seorang anak
kecil memang ditakut-takuti atau karena berlakunya berbagai pantangan di rumah.
Akan tetapi, ada juga rasa takut “naluriah”. Yang terpendam dalam hati sanubari
setiap insan. Misalnya saja, rasa takut akan tempat gelap, takut berada di
tempat sepi tanpa teman, atau takut menghadapi hal-hal asing yang tidak
dikenal. Kengerian-kengerian ini relatif lebih banyak diderita oleh anak-anak
daripada orang dewasa. Karena, sebagai insan yang masih sangat muda, tentu saja
daya tahan anak-anak belum kuat (Sobur, 1988:114-115).
Secara
objektif, rasa takut memiliki segi-segi negatif, yaitu bersifat menggelorakan
dan menimbulkan perasaan-perasaan dan gejala tubuh yang menegangkan. Reaksi
yang timbul di dalam individu, menggerakkan individu untuk melindungi diri dari
sesuatu yang dapat membahayakan diri, menjauhkan diri dari sesuatu yang dapat
menyakitkan diri. Positif, karena rasa takut melindungi individu dalam keadaan
yang berbahaya.
Fantasi
pada diri anak sering memutarbalikkan dan membesar-besarkan realitas, sehingga
ia melihat bentuk-bentuk bahaya yang sebetulnya tidak ada (Sobur, 1986:45).
Dari hal tersebut anak harus belajar hidup dengan perasaan takutnya untuk
kemudian belajar mengatasi rasa takut tersebut tanpa menimbulkan akibat yang
tidak diharapkan. Dalam usia satu sampai tiga tahun, anak-anak bisa mengalami
ketakutan yang berkaitan dengan peroide pertumbuhannya. Pada saat ini, mereka
memngalami begitu banyak hal yang merangsang, baik indah-indah maupun
menakutkan. Selain itu, ia juga semakin tahu bahwa banyak hal dalam
lingkungannya yang aneh dan tidak begitu saja dapat dipercaya secara multak.
(Sobur, 1987:94)
Ada
beberapa cara untuk mengatasi rasa takut pada anak (Sobur, 1987:96-97).
Pertama, ciptakan sesuasana kekeluargaan/lingkungan sosial yang mampu
menghadirkan rasa aman dan kasih sayang. Kedua, berilah penghargaan terhadap
usaha-usaha anak dan pujilah bila perlu. Ketiga, tanamkan pada anak bahwa ada
kewajiban sosial yang perlu ditaati. Keempat, tumbuhkanlah, pada diri anak
kepercayaan serta keberanian untuk hidup, jauhlah ejekan atau celaan. Dalam hal
ini orang tua sepatutnya menjadi pelindung bagi anaknya terhadap perlakuan dari
dalam maupun dari luar yang dapat menimbulkan rasa takut padanya.
2.
Marah
Betuk-bentuk kemarahan yang banyak
kita hadapi adalah pada anak yang berumur 4 tahun. Kemarahan yang terlihat dari
tingkah laku menjatuhkan diri ke lantai, menendang, menangis, berteriak, dan
kadang-kadang juga menahan nafas. (Gunarsa, 1980:89). Jika ini tidak
ditanggulangi dengan baik, tingkah laku tersebut dapat dengan mudah dilakukan
saat anak terlepas dari usia empat tahun. Kemarahan sering timbul sehubungan
dengan keadaan yang sebetulnya tidak lazim menimbulkan kemarahan.
Pada anak-anak yang masih kecil,
kemarahan bisa timbul oleh adanya pengekangan yang dipaksakan, gagguan pada
gerak geriknya, hambatan pada kegiatan-kegiatan yang sedang dilakukan, oleh
segala sesuatu yang menghalangi segala sesuatu keinginan seorang anak. Jika ia
telah bertambah umurnya, keadaan-keadaan yang menimbulkan kemarahan ini tidak
hanya meliputi kekangan jasmaniah saja, tetapi meliputi pula gangguan-gangguan
pada segala yang dimilikinya, segala sesuatu yang menghalang-halangi rencana,
tujuan, dan harapanya, serta kecaman yang di lancarkan terhadap pikirannya atau
kekurangan-kekurangannya dan segala sesuatu yang megancam gagasan serta pikiran
yang bagus mengenai dirinya sendiri.
Kemarahan, seperti halnya dengan
ketakutan, dipengaruhi oleh faktor-faktor belajar dan pendewasaan (Jelsild,
1954). Setelah anak bertambah umurnya, ia lebih banyak memberikan sambutan
terhadap gangguan yang dialamaninya dan ia pun lebih banyak memperlihatkan
reaksi-reaksi yang khas. Sesusah kecakapan anak bertambah baik karena
pertumbuhan yang dialaminya, faktor belajar makin besar perannya dalam
menentukan cara-cara yang akan dipergunakannya untuk melahirkan kemarahannya
serta dalam menentukan keadaan-keadaan yang akan menyebabkan marah. Berbagai
faktor pada orang tua yang bisa menambah seringnya anak marah-marah, sikap
orang tua yang terlalu banyak mengkritik tingkah laku anak. Begitu juga sikap
orang tua yang terlalu cemas dan khawatir mengenai anaknya. Sama pula halnya
dengan sikap orang tua yang terlalu teliti, yang belum dapat diikuti oleh anak.
3.
Cinta
Penyair
mesir, Syauqi Bey, melakiskan “cinta” dalam sebuah sajaknya :
Apakah cinta ?
Mulanya berpandangan mata,
Lantas saling senyum,
Kata berbalas kata,
Dan memadu janji,
Akhirnya bertemu.
Namun, yang di gambarkan Syuqi Bey (dalam Akbar, 1995:14)
di atas adalah cinta romantis, yaitu cinta waktu pacaran yang kadang-kadang
berakhir putus setelah puas bertemu dalam memadu cinta, tidak sampai meningkat
ke jenjang pernikahan. Dalam bukunya The Art of Loving (seni mencinta), Erich
From (1983) sedemikian jauh telah berbicara tentang cinta sebagai alat untuk
mengatasi keterpisahan manusia, sebagai pemenuhan kerinduan akan kesatuan.
Studi terhadap kera rhesus mengemukakan sampai sejauh
mana bayi manusia memegang peranan aktif dalam hal mencintai dan dicintai
(Harlow, 1959, dalam Sunarto, 1985). Selain itu, kemampuan awal dari bayi
manusia untuk tersenyum dan mengeluarkan bunyi-bunyi yang bersifat menanggapi,
merupakan sumber daya lainnya untuk menjalin hubungan cinta kasih dan kepuasan
bersama. Namun, eksperimen dengan kera rhesus mempunyai nilai ganda , karena
eksperimen tersebut memperkuat apa yang berdasarkan studi terhadap anak-anak
yang nakal dan tidak dapat menyesuaikan diri telah sejak lama diduga. Anak-anak
mempunyai sesuatu kebutuhan mendesak untuk memancing perasan positif dari orang
tua atau wali mereka. Studi-studi telah menemukan bahwa kegagalan untuk
memancing cinta dari orang tua dapat mengakibatkan atrophy (terhentinya
pertumbuhan) dalam kemampuan untuk mencintai, serta apa yang dinamakan “takut
untuk mencinta”(Redi dan Wineman, 1951, dalam sunarto, 1985).
Dalam kasus-kasusnya yang ekstrem, sekalipun dikembalikan
ke lingkungan cinta dan perhatian, beberapa anak nakal tidak mampu untuk membalas perasaan positif selain dengan
jalan permusuhan. Dalam kasus yang kurang ekstrem, kegagalan dalam memancing
cinta mengakibatkan kecemasan, rasa tidak pasti, terancam, dan rasa ketidak
mampuan pribadi. Kebutuhan yang nyata akan cinta, kehormatan, dan harga diri
ini telah menimbulkan pandangan bahwa persyaratan bagi perkembangan manusia
sepenuhnya adalah sedemikian mendasarnya sehingga harus dinamakan instinctoid,
yaitu, menyerupai naluri (Maslow, 1965, dalam Sunarto, 1985:174-175).
Setiap orang, anak-anak maupun orang dewasa, pada
hakikatnya menginginkan untuk diterima sebagaimana adanya, dirinya, fisiknya,
juga pribadinya secara keseluruhan dalam keluarga, termsuk diantaranya dapat
menerima kelemahan dan kekurangan mereka. Cinta dan kasih adalah ibarat fudamen
pendidikan secara keseluruhan. Tanpa curahan kasih, pendidikan yang ideal tidak
mungkin bisa dijalankan. Selanjutnya, pendidikan tanpa cinta akan menjadi
kering dan bahkan tidak menarik.
Sejatinya setiap insan yang penuh kasih akan membuat
orang lain turut berbahagia, dan biasanya mereka juga cukup bahagia bagi
dirinya sendiri. Makin banyak seseorang memberikan cinta kasih, makin besar
pula kasih yang mereka terima dari orang lain, termasuk juga kasih dari
anak-anak.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Dari
penjelasan yang telah dipaparkan dalam makalah ini, maka kami dapat
menyimpulkan bahwa emosi yang terdapat pada anak ialah: takut, marah, dan
cinta. Pada perkembangan emosi semakin bertambahnya usia, emosi manusia akan
semakin rumit. Emosi yang di tunjukan oleh bayi yang baru lahir hanya dengan
tangis dan ronta, sedangkan pada usia 11-12 ia sudah bisa membedakan emosi. Dan
pada remaja emosi yang dihadapi lebih rumit lagi.
3.2
Saran-Saran
Dengan disusunnya makalah ini diharapkan pembaca
dapat lebih mehami pengertian emosi, perkembangan emosi dan macam-macam emosi
itu sendiri.
DAFTAR
RUJUKAN
Bachri, Syamsul
Thalib.2013.Psikologi Pendidikan Berbasis Empiris Aplikatif.Jakarta:Kencana
Predana Media Grup.
Sobur,
Alex.2011.Psikologi Umum.Bandung:CV Pustaka
Setia.
DAFTAR
RUJUKAN
Bachri,
Syamsul Thalib.2013.Psikologi Pendidikan Berbasis Empiris
Aplikatif.Jakarta:Kencana Predana Media Grup.
Sobur,
Alex.2011.Psikologi Umum.Bandung:CV Pustaka
Setia.
download versi ms. word :
makalah perkembangan_emosi_
download versi ms. word :
makalah perkembangan_emosi_
Tidak ada komentar:
Posting Komentar